
DAMPAK DITERBITKANNYA KEBIJAKAN PELARANGAN CPO TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Nama : LIDIYA SARI SITUMORANG
Nim : 2174201060
Jurusan . Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning
Berita: Opini
DAMPAK DITERBITKANNYA KEBIJAKAN PELARANGAN CPO TERHADAP
PEREKONOMIAN INDONESIA
PORTALRIAU.COM--PEKANBARU--Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Selain itu , Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang sangat luar biasa baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Salah satu kekayaan alam di Indonesia ialah kelapa Sawit. Berdasarkan data Indexmundi.com, Indonesia merupakan negara penghasil CPO ataukelapa sawit terbanyak di dunia. Indonesia sudah menjadi produsen minyak sawit nomor satu didunia sejak 2006. Pada tahun 2021, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 44,5 juta tondengan pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun.
Disaat harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah terus meningkat . Menteri perdagangan Muhammad Lutfi dan Presiden Jokowi menerbitkan aturan resmi terkait kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng (CPO) dan minyak goreng. Larangan ini diatur
dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22/2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached andDeodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.Dengan terbitnya kebijakan larangan ekspor ini membuat para petani melakukan aksiunjuk rasa menuntut pemerintah mencabut larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO). Sebab,kebijakan ini membuat harga TBS (tandan Buah segar) petani kelapa sawit yang sebelumnya menaik kini menurun drastis bahkan tidak laku dijual. Kebijakan larangan ekspor CPO ini memiliki dampak negatif bukan hanya bagi pelaku usaha tetapi juga memberikan dampak bagipetani-petani kecil kelapa sawit.
Penurunan harga TBS kelapa sawit ini terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia sejak diterbitkannya Kebijakan Larangan Ekspor CPO. Di Riau sebelum dikeluarkannya Kebijakan Larangan Ekspor CPO harga TBS itu sekitar Rp 3.500/kg namun setelah pemerintahmenerbitkan Kebijakan Pelarangan CPO harga sawit per kg nya hanya Rp 1.500. Tidak hanya itudiKabupaten Belitung Timur Kelapa sawit petani tidak laku lagi dijual. Hal ini disebabkan
karena rendahnya penyerapan CPO akibat larangan ekspor sehingga membuat harga TBS tertekan. Bahkan, sejumlah pabrik kelapa sawit dalam jangka waktu dekat ini akan sulit
menerima TBS dari petani karena tangki-tangki penyimpanan CPO yang sudah mulai penuh.
Selain berdampak terhadap pelaku usaha dan para petani, kebijakan ini juga memnuatkinerja makro ekonomi Indonesia terancam karena penurunan devisa ekspor sehingga bisamenjadi faktor yang menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada tahun 2021, sumbangan
devisa ekspor minyak sawit mencapai US$ 35 miliar atau lebih dari Rp500 triliun dan sawitmenjadi komoditas penyumbang devisa ekspor terbesar. Dari sisi devisa ekspor, ekspor minyaksawit juga memberikan sumbangan bagi kas negara dalam bentuk pajak ekspor (bea keluar) danpendapatan dari pungutan ekspor.
Penurunan pendapatan ekspor minyak sawit ini tentu
berpotensi menekan surplus neraca perdagangan dan mengancam stabilitas nilai tukar rupiaherhadap dolar AS. Dengan dijalankan kebijakan larangan eskpor CPO pemerintah mengantongikerugian sejak 28 April 2022 hingga 17 Mei 2022, di perkirakan di bawah US$ 2 miliar atausekitar kurang lebih 29 triliun. Alasan diterbitkannya kebijakan ini adalah untuk mengatasi harga minyak goreng yangmahal serta mengatasi kelangkaan terhadap minyak goreng. Namun apakah cara ini efektif ?jawaban nya adalah cara ini kurang efektif untuk mengatasi terkait harga minyak goreng yangterlampau mahal dan kelangkaan terhadap minyak goreng.
Direktur Center of Economic andLaw Studies (Celios) bima menegaskan bahwa larangan ekspor minyak goreng tidak membuatharga minyak goreng di pasaran menjadi turun jika dibarengi dengan kebijakan HET di minyakgoreng kemasan.Kebijakan larangan ekpor juga tidak mengatasi kelangkaan terhadap minyakgoreng. Pasalnya, tingkat konsumsi minyak goreng di Indonesia masih di bawah total produksiminyak yang dihasilkan.
Artinya, secara produksi, jumlah tersebut masih mencukupi kebutuhanmasyarat terhadap minyak goreng. Badan Pusat Statistika mencatat, produksi minyak sawit diIndonesia pada 2020 mencapai 47.034 juta ton. Di tahun berikutnya yakni 2021, produksiminyak sawit mencapai 46.888 juta ton. Dari total produski minyak sawit tersebut, konsumsiminyak sawit di Indonesia pada 2021 hanya 18.422 juta ton dan minyak sawit yang dieksporkeluar negeri adalah 20,36 juta ton. Data tersebut menunjukkan bahwa produksi minyak gorengsawit di Indonesia masih mampu memenuhi keseluruhan konsumsi nasional.