
Zina menurut Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
NAMA : ELSALIA TAMBA
NIM :2174201041
KELAS : 01.f SEMESTER 2
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LANCANG KUNING
JURUSAN : HUKUM
Berita : Opini.
Sepakat jika rancangan kitab undang-undang pidana memperluas atau memperketat ketentuan pasal perzinaan.
Portalriau.com- Pekanbaru - Zina menurut Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah menikah dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya.
Yang menjadi pertanyaan persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang belum menikah dan didasari suka sama suka dan tanpa paksaan dari pihak mana pun dan dengan akal sehat, apakah boleh dikatakan zina atau tidak?
Pada pasal 284 diatur bahwa persetubuhan yang dilakukan oleh orang yang terikat pada hubungan perkawaninan sah dengan orang lain.
Maka menimbangkan uraian diatas apabila persetubuhan dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang belum menikah dengan akal sehat dan didasari suka sama suka serta tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, maka jawabannya adalah secara hukum Indonesia mereka tidak dapat dipidana.
Seperti yang kita ketahui Di dalam hukum pidana di Indonesia dikenal asas legalitas yang terdapat pada pasal 1 ayat (1) KUHP menyatakan:
Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.
Agustinus Pohan tak sepakat jika Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) memperluas ketentuan pasal perzinaan.
Menurut Agustinus pohan
Perzinaan tanpa ikatan perkawinan diluar pernikahan tak dapat dipidana sebab tidak dalam tindakan tersebut tidak terdapat unsur korban.
"kaitannya dengan hubungan seksual diluar perkawinan kan tidak ada korban,ini kan bukan pemerkosaan dilakukan atas suka sama suka tidak ada paksaan?"ujar Agustinus dalam sebuah diskusi bertanjuk membedah konstruksi pengaturan buku satu rancangan KUHP.
Dengan tidak adanya unsur korban dalam hubungan seksual di luar perkawinan, maka tujuan memberikan keadilan bagi korban tidak terpenuhi.
"Kita kembali ke apa sih tujuan pemidanaan. Kalau kita bilang memperbaiki pelakunya, apakah kita menyerahkannya kepada sipir penjara untuk diperbaiki? Coba dipikirkan kembali, apa yang akan diperoleh dari dalam penjara? Saya kira akal sehat kita akan mengatakan bukan penjara tempatnya memperbaiki mereka," kata Agustinus.
Namun saya tidak setuju atas pendapat diatas karena perbuatan tersebut sudah melanggar moral dan norma kesusilaan.
Namun,Agustinus pohan kembali memberikan pendapatnya bahwa:
"orang yang melakukan seksual diluar perkawanin lebih baik diberikan pendidikan dan tidak seharusnya dipenjara".
Tetapi pada dasarnya hingga saat ini belom ada upaya dari penegak hukum untuk memberikan pendidikan yang pantas yang akan memberikan efek jera kepada pelaku seksual tersebut,sehingga pada saat ini masih yang terdapat anak dibawah umur dan tidak terikat pernikahan melakukan tindakkan seksual.
lantas bagaimana pandangan hukum mengenai kasus tersebut? Saya sebagaimana mahasiswi berharap kedepan hukum diindonesia secepatnya memberikan efek jera melalui bimbingan pendidikan moral dan etika kepada para pelaku seksual tersebuat agar adanya efek jera dan tingkat seksual diindonesia khususnya anak dibawah UMUR semakin berkurang"***